Outlook Ekonomi Syariah 2025: Menakar Kontribusi Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%
Ekonomi syariah kini semakin menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan potensi pasar yang besar dan dukungan berbagai pihak, sektor ini dipandang mampu menjadi penggerak utama dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%. Namun, tantangan global seperti konflik geopolitik dan kerentanan sektor keuangan memerlukan perhatian khusus untuk memastikan keberlanjutan kontribusi ekonomi syariah.
Hal ini menjadi pokok bahasan dalam diskusi publik bertema “Outlook Ekonomi Syariah 2025: Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8%” yang diselenggarakan oleh Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF bersama Universitas Paramadina dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara daring, Jumat (27/12/2024). Diskusi ini menghadirkan sejumlah pakar ekonomi syariah untuk memberikan pandangan strategis terhadap optimalisasi sektor ini di tengah tantangan global.
Dr. Handi Risza Idris, Wakil Rektor Universitas Paramadina sekaligus Wakil Kepala CSED, menyoroti perlunya inovasi dan penguatan sektor ekonomi syariah agar mampu menciptakan sumber pertumbuhan baru. “Melalui industrialisasi, pengembangan pusat pertumbuhan baru, ekonomi kreatif, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, ekonomi syariah diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maju,” paparnya.
Optimisme serupa disampaikan oleh Prof. Murniati Mukhlisin, yang menilai ekonomi syariah memiliki peran strategis dalam menghadapi tantangan global. “Dengan inflasi yang terkendali dan tingkat pengangguran yang stabil, ekonomi syariah dapat menciptakan keseimbangan ekonomi melalui perannya di sektor-sektor produktif,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini.
Sementara itu, Prof. Nur Hidayah, Kepala CSED INDEF, menekankan perlunya optimalisasi sektor halal di Indonesia. Ia membandingkan market share perbankan syariah Indonesia yang baru mencapai 7,38% dengan Malaysia yang telah mencapai 42%. “Sektor halal seperti makanan, kosmetik, dan pariwisata masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara maksimal,” jelasnya.
Dr. Abdul Hakam Naja, ekonom CSED INDEF, menekankan pentingnya digitalisasi perbankan syariah dan penguatan UMKM sebagai strategi masa depan. Ia juga mengusulkan pendirian bank emas (bullion bank) serta penerapan prinsip ESG (Environmental, Social & Governance) dalam bisnis sebagai langkah inovatif yang selaras dengan maqashid syariah.
Melengkapi diskusi, Dr. Rahmat Mulyana mengangkat pentingnya strategi pengelolaan fiskal Islami untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif. “Reformasi penerimaan negara, optimalisasi wakaf produktif, dan penguatan pembiayaan berbasis syariah adalah solusi untuk mengatasi tantangan fiskal di masa depan,” tuturnya.
Namun, para pembicara juga mengingatkan bahwa ekonomi syariah pada 2025 akan menghadapi tantangan global yang berat, termasuk konflik Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah seperti serangan Israel ke Gaza, dan kerentanan sektor keuangan global. “Tantangan ini memerlukan strategi mitigasi yang tepat agar ekonomi syariah tetap menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” kata Hakam Naja.
Diskusi ini menjadi momentum penting untuk menakar peluang sekaligus strategi agar ekonomi syariah tidak hanya tumbuh, tetapi juga memberikan dampak signifikan dalam mewujudkan inklusi keuangan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, akademisi, dan pelaku ekonomi, ekonomi syariah diyakini mampu menjadi kunci dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% di tahun 2025.