| |

Wirausaha Tangguh: Kunci UMKM Tumbuh dan Indonesia Maju

Tanggal 10 Juni ditetapkan sebagai Hari Kewirausahaan Nasional (HKN) melalui Keppres No. 20 Tahun 2024. Peringatan HKN tahun 2025 mengusung tema “Wirausaha Tangguh, UMKM Tumbuh, Indonesia Maju” yang merefleksikan urgensi membangun UMKM yang tidak hanya bertahan di tengah disrupsi dan krisis global, tetapi juga mampu tumbuh sebagai pilar ekonomi inklusif. Momentum ini diharapkan bukan sekadar seremoni, melainkan penegasan komitmen terhadap agenda nasional Asta Cita ke-3 dan ke-6, penciptaan lapangan kerja dan penguatan UMKM produktif.

Istilah kewirausahaan atau entrepreneurship meskipun banyak terminologi, tetapi pada dasarnya merujuk pada upaya meningkatkan kualitas hidup manusia melalui penguatan karakter, sikap, dan semangat juang. Wirausaha bukan sekadar orang yang berdagang atau mencari untung, tapi mereka yang memiliki motivasi kuat, panggilan hati, dan komitmen untuk menciptakan nilai lewat kerja keras, inovasi, dan keberanian mengambil risiko.

Kewirausahaan telah menjadi agenda global dan nasional mengatasi kemiskinan dan pengangguran, sekaligus membangun kesejahteraan. Kewirausahaan menjadi salah satu faktor kunci untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan daya saing, sebagaimana dikatakan Schumpeter (1934) bahwa entrepreneurship in driving force behind economic growth.

Data Global Entrepreneurship Monitor (GEM) 2024 menunjukkan Indonesia peringkat 40 dari 43 negara dalam hal fear of failure (opportunity), salah satu faktor penghambat terbesar tumbuhnya wirausaha adalah rasa takut untuk memulai usaha. Data GEM 2024 juga menyebutkan rasio kewirausahaan Indonesia baru mencapai 3,35%, tertinggal dari Malaysia (4%) dan Singapura (8,6%). Sementara itu, dalam Global Entrepreneurship Index (GEI), Indonesia berada di peringkat ke-75 dari 137 negara dengan skor 26. Ini menandakan bahwa penguatan ekosistem kewirausahaan nasional menjadi pekerjaan rumah besar agar Indonesia maju dan bersaing di tingkat global.

Dengan gambaran di atas kita memerlukan wirausaha tangguh yang secara terus menerus berproses menjadi wirausahawan ungggul (entrepreneurial excellence) dengan karakter mental kewirausahaan seperti inovatif dan kreatif namun juga tangguh dan peduli. Wirausaha tangguh ini bukanlah“wirausahawan semu” yang muncul dan meraih suskes di bidang tertentu tak lebih karena mental korup, dekat dengan kekuasaan atau karena nepotisme dan kolusi.

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pun sangat penting untuk mendorong pengembangan jiwa kewirausahaan. Maju mundur dan berkembangnya UMKM adalah mutlak karena keinginan dan motivasi dari pelaku usaha itu sendiri dengan mengubah pola berfikir usaha sekedar menutupi kebutuhan berubah menjadi seorang entrepreneur.

Menumbuhkan jiwa “wirausaha tangguh” menuntut langkah-langkah konkret yang menyeluruh dan saling melengkapi. Studi Jeffrey G. Covin dan William J. Wales (2012), bahwa kesuksesan dalam berbisnis  memerlukan  basis kewirausahaan sebagai daya dorong  organisasi. Beberapa orientasi entrepreneurial  mencerminkan kecenderungan perusahaan untuk bersikap orientasi belajar inovatif, proaktif, berani mengambil resiko, otonom dan agresif kompetitif. Pengusaha UMKM didorong mengubah bahan lokal sederhana menjadi produk inovatif, melatih mereka menganalisis tren pasar, dan mengelola risiko melalui diversifikasi. Di sisi lain, peningkatan kapasitas manajerial dan pendampingan jangka panjang memastikan keberlanjutan usaha dan memperkuat ekosistem kewirausahaan nasional.

Banyak pengusaha UMKM di Indonesia tumbuh bukan karena dorongan visi kewirausahaan yang kuat, melainkan lebih sebagai respons terhadap keterbatasan lapangan kerja. Mereka menjadi wirausaha karena kondisi yang memaksa. Di sisi lain, ada pula UMKM yang lahir melalui pendekatan terencana by design melalui berbagai program penciptaan wirausaha. Namun, realitanya, UMKM yang dibentuk lewat pendekatan terstruktur ini sering kali tidak mampu bertahan lama, sementara mereka yang muncul karena kebutuhan hidup umumnya masih mengelola usaha secara tradisional dan kurang inovatif.

Kondisi ini menegaskan pentingnya pendampingan dan pembinaan yang berorientasi pada penguatan nilai-nilai entrepreneurship yang sejati. Seorang wirausaha tidak cukup hanya memiliki kreativitas; ia juga harus menunjukkan produktivitas. Kreativitas membuka peluang, tetapi produktivitaslah yang menentukan keberlanjutan dan keuntungan.

Untuk itu, pembangunan ekosistem kewirausahaan menjadi hal yang krusial. Daniel Isenberg (2011) mengidentifikasi enam elemen kunci yang saling mendukung dalam menciptakan ekosistem wirausaha yang kokoh. Pertama, budaya yang menumbuhkan keberanian mengambil risiko, semangat inovasi, dan apresiasi terhadap inisiatif bisnis; kedua, kebijakan dan kepemimpinan yang pro-usaha melalui insentif fiskal, deregulasi, dan dukungan riset; ketiga, keuangan, yaitu ketersediaan modal dari lembaga publik maupun swasta, termasuk ventura dan crowd-funding, untuk membiayai ekspansi usaha; keempat, sumber daya manusia berkualitas yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kewirausahaan; kelima, pasar yang terbuka terhadap produk dan layanan baru serta memberikan ruang untuk inovasi dan perluasan jaringan; dan keenam, dukungan kelembagaan dari universitas, inkubator, asosiasi, dan jejaring profesional yang menyediakan mentoring, pelatihan, dan akses sumber daya.

Pada akhirnya, momentum peringatan Hari Kewirausahaan Nasional (HKN) 2025 adalah ajakan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu membangun ekosistem yang mendukung tumbuhnya wirausahawan tangguh. Melalui semangat “Wirausaha Tangguh, UMKM Tumbuh”, mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara ekonomi dan berdaya saing global. (Bahrul ulum Ilham/Konsultan PLUT Sulawesi Selatan)

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *