Tahun 2025, Tahun Penuh Pungutan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tetap berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, tarif baru ini direncanakan hanya berlaku untuk kategori barang mewah, meski hingga kini belum ada kejelasan mengenai daftar barang yang akan dikenakan.
Kebijakan ini menjadi salah satu dari banyak rencana yang diperkirakan akan meningkatkan beban pengeluaran masyarakat. Kenaikan PPN saja berpotensi menaikkan harga barang hingga 9% dan mendorong inflasi, sebagaimana prediksi ekonom bahwa inflasi tahunan bisa melonjak ke level 4,11% di 2025.
Selain itu, sejumlah kebijakan lain seperti opsen pajak kendaraan, penyesuaian subsidi BBM menjadi BLT, dan kenaikan cukai juga berpotensi menekan daya beli masyarakat. Penurunan konsumsi ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi, mengingat konsumsi rumah tangga adalah motor utama ekonomi Indonesia.
Kenaikan pajak ini juga menimbulkan kekhawatiran akan “pre-emptive inflation,” yaitu lonjakan harga barang sebelum kebijakan resmi diterapkan, akibat pelaku usaha yang menaikkan harga untuk menjaga keuntungan.
Dengan berbagai tekanan ini, masyarakat diharapkan bersiap menghadapi kenaikan pengeluaran pada 2025, sekaligus mendorong pemerintah untuk memastikan kebijakan-kebijakan ini tetap berpihak pada kesejahteraan publik.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menjelaskan bahwa ada alasan di balik mengapa berbagai pungutan tersebut diberlakukan bersamaan pada tahun yang sama. Jika ditelusuri lebih dalam, sejumlah regulasi yang menjadi dasar dari pungutan-pungutan ini disusun setelah pandemi Covid-19.
Pada masa itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo berharap ekonomi akan pulih secara signifikan setelah pandemi usai. “Waktu itu ada proyeksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 7%, karena setelah pandemi mobilitas masyarakat kembali normal dan kinerja ekspor diperkirakan meningkat,” jelas Bhima. Berikut ini adalah beberapa poin utama yang perlu diketahui dilansir dari berbagai sumber:
1. Pengenaan Tarif PPN 12%
Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikkan menjadi 12%. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari rencana pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara di sektor pajak.
2. Perubahan Skema Subsidi BBM
Subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) akan mengalami perubahan, di mana sebagian subsidi akan dialihkan menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hal ini bertujuan untuk menyalurkan subsidi secara lebih tepat sasaran, khususnya kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
3. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Pemerintah juga akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang merevisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
4. Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor
Pemilik kendaraan bermotor diwajibkan untuk memiliki asuransi. Ketentuan ini bertujuan memberikan perlindungan finansial bagi pemilik kendaraan dari risiko kecelakaan atau kerugian.
5. Iuran Dana Pensiun Wajib
Pemerintah telah mengatur kewajiban iuran dana pensiun sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan finansial bagi para pekerja di masa pensiun.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat kelas menengah diprediksi akan merasakan tekanan ekonomi yang signifikan. Kenaikan tarif pajak dan iuran, serta penyesuaian subsidi, dinilai dapat membebani daya beli masyarakat. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa menabung di tahun depan akan semakin sulit. Kendati demikian, pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini dirancang untuk memperbaiki ekonomi nasional dan memastikan perlindungan finansial yang lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat.