Peran UMKM Mewujudkan Kemerdekaan Ekonomi
Bangsa Indonesia baru saja merayakan hari kemerdekaan ke-78 tahun, tanggal 17 Agustus 2023. Sebagai bangsa kita telah memiliki “jembatan emas” berupa kemerdekaan yang pada tahun 2045 nanti memasuki 100 tahun kemerdekaan. Usia kemerdekaan lebih setengah abad tersebut bisa disebut masih muda, dewasa atau setengah baya, tergantung bagaimana kita memandangnya. Yang pasti, seperti dipidatokan Bung Karno dalam sidang BPUPKI, melalui jembatan kemerdekaan itulah seharusnya membawa masyarakat menuju sejahtera.
Bangsa ini telah 78 tahun merdeka dari penjajahan fisik, namun “merdeka” dan keadilan ekonomi masih jauh dari cita-cita kemerdekaan. Data Kementerian Keuangan per 30 April 2023 melaporkan posisi utang Pemerintah adalah Rp 7.849,89 triliun. Sama artinya tiap warga Indonesia menanggung utang negara sebesar Rp 28 juta. Dengan utang menggunung, kemerdekaan dan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan, 1 persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional di tahun 2019. Tahun 2022 laporan Credit Suisse, jumlah Orang Kaya Lebih Tinggi dari PDB. Akhir September 2022, rata-rata pertumbuhan wealth per adult tercatat 6,0%, lebih tinggi dari GDP per adult yang sebesar 5,0%. Data LPS, tabungan dengan saldo di atas Rp 5 miliar meningkat pesat sebesar 13,87 persen pada Desember 2022, sementara smasyarakat dengan saldo di bawah 100 juta terus mengalami penurunan.
Dengan kondisi global, nasional dan lokal saat ini maka pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di Indonesia harus makin dipicu dengan mendorong ekonomi lokal berbasis UMKM. Di tengah berbagai krisis ekonomi sektor UMKM senantiasa tampil sebagai penyelamat sehingga peran dan kontribusinya harus makin ditingkatkan. Dibalik pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kekuatan modal, akan selalu menyisakan problem kemiskinan, serta sulitnya mewujudkan kesejahteraan yang riil dan merata.
Pengentasan kemiskinan dan mengatasi kesenjangan tidak bisa dilepaskan dari peran UMKM karena bersinggungan langsung dengan masyarakat secara luas. Saat masyarakat menengah ke bawah membuka usaha, maka akan dimulai di tingkat mikro lebih dulu, sehingga bila UMKM bertumbuh pesat akan mendukung perekonomian lokal.
Data Kemenkop UKM RI menyebutkan, saat ini terdapat 64,19 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia. Dari jumlah ini pelaku usaha mikro mendominasi dengan porsi 98,6%, dimana penyerapan tenaga kerjanya sedikit serta omzet yang kecil. Karena itu untuk Pemerintah dengan dukungan multipihak harus dapat mengangkat pelaku ultra mikro dan mikro untuk naik kelas. Harapannya pendapatan pelaku usaha tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja, tapi juga dapat tenaga kerja dan mengatasi kemiskinan.
Dalam pemberdayaan UMKM seluruh stakeholder harus terlibat dan terus bergandeng tangan. Peran pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, disamping harus juga ada keinginan yang kuat dari pelaku UMKM agar bisa naik kelas melalui inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan usahanya. Karena itu program pengembangan UMKM tidak bisa terlepas dari kerjasama multipihak yang berkolaborasi satu sama lain untuk saling melengkapi dan mempercepat pengembangan UMKM.
Mayoritas pelaku UMKM di Indonesia merupakan usaha mikro dan informal, maka pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas UMKM menjadi prioritas. Pendampingan kepada pelaku UMKM memerlukan keterlibatan multipihak dari unsur akademisi atau perguruan tinggi, asosiasi pengusaha, pemerintah, komunitas dan media (pentahleix) dalam memacu daya saing UMKM.
Peran lembaga pendamping seperti PLUT, inkubator bisnis, klinik bisnis, balai pelatihan dan lembaga pendampingan lainnya perlu dimaksimalkan lagi dalam membantu memperbaiki SDM melalui program yang terintegrasi. Beragam program pelatihan yang dilakukan stakeholder terkait jangan lagi saling tumpang tindih, dilakukan sendiri-sendiri sehingga pembinaan usaha mikro dan kecil kesannya sporadis, sector oriented, karena masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri.
Dengan momentum dan semangat hari kemerdekaan, saatnya semua pihak menerapkan kerja sama lintas sektoral guna mengembangan daya saing UMKM antara lain dengan menstimulasi dan memfasilitasi upaya terpadu, fokus dan sinergis. Selain itu diperlukan perubahan paradigma dalam memainkan peran pemerintah yang lebih ditekankan pada peran fasilitatif-katalistik, yang akan diterapkan dengan melaksanakan kegiatan secara kemitraan dengan stakeholder. Semoga upaya membangkitkan dan menggerakkan UMKM tidak sebatas jargon belaka.
(Bahrul ulum Ilham/Konsultan PLUT Sulawesi Selatan dan Ketua DPWABDSI Sulawesi Selatan)